Topsumutperss.com – Pembangunan tower atau menara telekomunikasi, di Kelurahan Setia Negara Kecamatan Siantar Sitalsari Kota Pematangsiantar Sumatera Utara (Sumut), dikecam warga setempat.
Warga yang marah atau tidak terima karena pembangunan tower tersebut tetap dilanjutkan meski plank Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) terpasang kokoh di lokasi pembangunan tower Rabu (01/05/2019).
Warga bersama beberapa tokoh masyarakat berbondong-bondong turun ke lokasi pembangunan tower dengan membawa beberapa poster dan spanduk bertuliskan “BAPAK WALIKOTA ! BATALKAN PEMBANGUNAN TOWER DIPEMUKIMAN WARGA JALAN SETIA NEGARA 1 RT.002 RW 001” sambil meneriakan tolak tower.
“Kami tidak setuju ada tower dikampung kami dan pecat lurah Setia Negara 1 karena seenak perutnya mengeluarkan rekomendasi pembangunan tower ini,” teriak massa.
Fery Kurniawan salah satu warga yang pas di depan rumahnya mengatakan semua itu karena sosialisasi pihak perusahan kepada kami dan warga lainnya hingga saat ini belum tuntas terselesaikan, karena disaat pertemuan warga dengan pihak perusahan tower provider (penyedia tower) pada minggu 17 Maret lalu terjadinya keributan perdebatan beda pendapat tapi tiba-tiba saja lurah segampangnya mengeluarkan rekomendasi pembangunan tower tersebut, jelas jelas warga belum sepenuhnya ikut menyetujui.
Sebelumnya pada minggu tanggal 17 Maret 2019 bulan lalu Pihak PT Gametraco (GT) perusahan tower provider (penyedia tower) telekomunikasi mengundang warga yang hanya beradius menara 42 meter dengan nomor undangan 124.
Undangan/GT/III/2019 dalam hal Undangan sosialisasi guna menindaklanjuti pertemuan sebelumnya bahwa pihak penyedia tower telah mengunjungi warga dari rumah kerumah, khususnya warga radius menara 42 meter.
Pantauan topsumutpress.com saat pertemuan warga dengan pihak perusahan tower provider (penyedia tower) bersama Kominfo dan aparat pemerintahan Kelurahan Setia Negara 1, diwarnai pro dan kontra, yang jelasnya undangan sosialisai tersebut belum menghasilkan titik terang oleh warga yang tidak mendukung pembangunan tower/menara tersebut. Salah satunya Arman Jayadi Lubis dan Wulan Amelia menentang keras dengan pendapatnya agar pembangunan tower segera di hentikan.
Pertemuan tersebut dihadiri sekira tiga puluhan termasuk pihak pengundang, kominfo, dan Lurah setempat, sementara warga radius 42 m di undang yang telah menanda tangan persetujuan tertulis sebanyak 38 orang dan tercoret 1 orang warga bernama Fery Kurniawan suami dari Wulan Amelia. Begitupun pihak perusahan provider (penyedia tower) tidak melibatkan kehadiran salah satu tokoh masyarakat yang ada dilingkungan Setia Negara 1.
Salah satu penyebab terjadinya kontra warga atas pembangunan tower menurut Arman Jayadi adalah; terjadinya penggalian tanah dilokasi dikarenakan belom ada pertemuan sosialisasi pihak perusahan provider dengan warga, kedua adanya kejanggalan tanda tangan persetujuan warga yang sifatnya setengah memaksa padahal rumah yang di tempati warga tersebut bukan pemilik rumah alias kontrak ataupun bersetatus kepemilikan orang tuanya dan satu lagi Istri diperbolehkan menandatangani tanpa ada persetujuan suami.
Yang di kesalkan Arman Jayadi menurut pegawai kominfo bahwa salah satu penghuni rumah yang radius 42 meter menandatangani persetujuan pembangunan tower itu sudah dianggap sah menurut hukum, sementara menurut pegawai kominfo yang satu laginya mengatakan yang berhak dan sah menurut hukum adalah yang asli pemilik rumah atau pemilik tanah yang dapat menanda tangani persetujuan pembangunan tower/menara telekomunikasi,” sebutnya.
Menurut Rika Sosialisasi apa yang dilakukan pihak penyedia provider tower dianggap gagal hingga suasana menjadi keruh dan memanas, akhirnya Rika Suartiningsih angkat bicara meminta kepada pihak perusahan penyedia tower agar segera menyelesaikan persetujuan dengan warga lainnya karena ini semua belum clear apa yang sudah dilakukan oleh pihak penyedia tower.
“Sebenarnya saya kecewa dengan pihak perusahaan providerini, disaat mereka meminta dukungan pembangunan kepada saya, mereka bilang saya adalah warga yang terakhir untuk diminta tanda tangan persetujuan, ternyata masih ada lagi warga lainnya setelah saya begitu juga masih ada warga lainnya yang belum diminta menandatangani persetujuan pebangunan tower,” paparnya.
Akhirnya Rika pamit meninggalkan tempat. Namun beberapa menit kemudian suasana kembali tegang masing–masing bertahan dengan pendapatnya hingga satu persatu warga yang di undang meninggalkan tempat walaupun warga lainnya masih bertahan termasuk Irfan Lurah Setia Negara 1 yang tidak bisa memberikan solusinya kepada warga yang menentang pembangunan tower tersebut.
Begitu juga dengan Wulan Amelia (29) di hadapan pihak PT. Gametraco dan Aparat Kelurahan setempat, Komimfo serta warga diradius 42 meter.
Dirinya merasa tidak dihargai yang mana pihak penyelanggara menganggap tidak penting untuk diminta persetujuan atas pembangunan menara telekomunikasi, yang akan dibangun persis menghadap rumah yang dihuni bersama keluarganya.
“Maaf ya bapak-bapak dan warga yang hadir, saya kira wajarlah saya ngomong seperti ini, karena rumah ibu saya itu sudah milik saya dan pemiliknya atas nama saya sendiri, jadi ibu saya itu tidak sah menandatangani surat persetujuan tersebut yang harusnya sayalah yang berhak menandatangani, karena sayalah pemiliknya,” bebernya.
Dan kalaupun diminta untuk menandatangani surat persetujuan pembangunan menara tersebut Wulan mengaku takkan pernah menyetujuinya.
“Saya tidak akan pernah setuju karena saya masih khawatir dengan dampak akibatnya dan saya tetap akan mengajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan apabila pembangunan menara telekonunikasi tersebut masih juga dilanjutkan, apalagi masih ada warga diradius menara yang belum menandatangani,” cecarnya mengakhiri. (ryz/tsp)
Discussion about this post